Subsektor perkebunan diharapkan tetap memainkan peran penting melalui
kontribusinya dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB), penerimaan ekspor,
penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan
wilayah di luar Jawa. Subsektor perkebunan ditinjau dari hasil
produksinya, merupakan bahan baku atau ekspor, sehingga pada dasarnya
telah melekat adanya kebutuhan keterkaitan kegiatan usaha dengan
berbagai sektor dan subsektor lainnya.
Ditinjau
dari pengusahaannya, secara nasional sekitar 85% merupakan usaha
perkebunan rakyat yang tersebar pada berbagai daerah. Kebun kelapa sawit
rakyat di Sumatera Barat merupakan bagian terluas dari perkebunan
kelapa sawit yang ada, dengan total luas 276.410 ha. Luas kelapa sawit
rakyat mencapai 67,42%, sementara Perkebunan Besar Negara (PBN) dan
perkebuanan besar swasta 32,58%.
Pengembangan suatu komoditas pertanian dari aspek ekonomi sangat
tergantung pada tingkat pendapatan atau kelayakan usaha. Dukungan
sistem pemasaran yang lancar dan dengan marjin tataniaga yang
proporsional, akan sangat menggairahkan petani untuk berusaha lebih
baik. Keberhasilan pengusahaan kelapa sawit sangat ditentukan oleh
ketersediaan teknologi, terutama teknologi varietas/bibit unggul, dan
pemupukan. Perkebunan besar berkembang dengan baik tidak terlepas dari
peran teknologi tesebut. Bagaimana dengan perkebunan
rakyat pada saat ini, dimana kondisi ekonomi semakin merosot, karena
krisis keuangan global. Tinjauan tentang status pendapatan kelapa sawit
rakyat, dapat dijadikan isu dalam kebijakan peningkatan pendapatan
petani, khususnya bagi petani komoditas perkebunan.
Pengkajian
dilakukan pada daerah dimana perkebunan sawit rakyat terbanyak di
Sumatera Barat yaitu Kabupaten Dharmasraya. Waktu pelaksanaan dimulai
bulan Mei sampai Agustus 2007. Pelaksanaannya dilakukan melalui beberapa
tahap yang meliputi: (a) Desk Study; (b) Survay dengan menggunakan
kuesioner; (c) PRA (Participatory Rural Appraisal). Desk study
mengkompilasi data skunder baik dalam bentuk potensi biofisik, sosial
ekonomi, dan hasil-hasil penelitian yang sudah ada. Survai lapangan
dilakukan melalui wawancara dan sasarannya adalah petani kelapa sawit.
Parameter yang diukur adalah: input-output usaha tani, dan kendala yang
dihadapi baik teknis, maupun non teknis. Pengambilan sampel dilakukan
secara acak sederhana sebanyak 30 petani kelapa sawit. Analisis data
dilakukan secara deskriptif, tabulasi (%, nisbah, rata-rata), dan
analisis ekonomi.
Pengembangan
kelapa sawit rakyat secara ekstensifikasi pada lahan potensial yang
tersedia seperti lahan gambut 52.725 ha, lahan kering dataran rendah
322.455 ha, dan lahan cadangan untuk pangan pada dataran rendah yang juga bisa dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan dimana luasnya mencapai 67.825
ha. Potensi lahan tersebut saat ini dalam bentuk semak belukar atau
lahan kosong atau hutan. Status penguasaannya merupakan ulayat, sehingga
perlu sistem dan kebijakan bersama dalam memanfaatkannya untuk
kepentingan masyarakat tani dan pendapatan daerah. Dengan suatu sistem
yang menguntungkan dan kesepakatan antara kepala kaum atau pimpinan
adat/KAN, potensi lahan yang ada diharapkan dapat dimanfaatkan, guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Potensi lahan budidaya yang ada,
terutama perkebunan kelapa, juga dapat dioptimalkan terutama dengan
menyisipkan kelapa sawit diantara tanaman kelapa pada areal yang sesuai.
Skala usaha kelapa sawit pada sentra produksi cukup luas >1,0 ha.
Pada wilayah transmigrasi skala usahanya minimal 1,5 ha/KK. Teknologi
adalah komponen utama menuju efisiensi usaha. Perbaikan teknologi yang
diperlukan untuk pemeliharaan dan pengembangan kelapa sawit diantaranya:
(i) pemupukan secara teratur dengan takaran yang tepat; (ii)
Ketersediaan bibit bermutu; (iii) pemanfaatan limbah sawit.
Pemasaran
hasil kelapa sawit relatif mudah dan lancar, karena pedagang pengumpul
datang untuk membeli dan membawa ke pabrik pengolahan minyak mentah
sawit (CPO) terdekat. Pabrik pegolahan kelapa sawit umumnya terdapat dekat dengan
hamparan pertanaman. Produk olahan kelapa sawit dalam bentuk CPO
diperdagangkan oleh eksportir ke berbagai negara, baik Asia maupun
Eropa. Secara finansial agribisnis kelapa sawit menguntungkan. Sawit
berumur 15 tahun di Kabupaten Dharmasraya, mampu menghasilkan 12,0
t/h/th dengan keuntungan Rp. 12.198.000 perhektar dengan rasio B/C=4,05
pada tingkat harga Rp. 1.350,-/kg. Luas garapan petani di sentra
produksi cukup luas rata-rata 1,5 ha/KK dan perolehan keuntungan dari
kelapa sawit perbulan adalah Rp. 1,5 juta. Bagi petani kelapa sawit pada
sentra produksi, kontribusi komoditas tersebut sangat besar dalam
struktur pendapatan keluarga. Kontribusi pendapatan dari komoditas
unggulan tersebut lebih dari 85% terhadap pendapatan rumah tangga tani.
Secara ekonomis
komoditas kelapa sawit rakyat menguntungkan dengan perolehan keuntungan
rata-rata Rp. 12.198.000,-/ha/th dengan rasio R/C=4,05. Perolehan
keuntungan menurut rata-rata skala usaha (1,5 ha/KK) yaitu Rp. 18,3
juta/th. Kontribusi pendapatan kelapa sawit dalam struktur pendapatan
rumahtangga 85%. Kelapa sawit termasuk komoditas yang menjanjikan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani kedepan. Prospek pengembangan
komoditas tersebut sangat besar, karena berkaitan dengan kebutuhan bahan
baku industri untuk berbagai produk olahan. (Nasrul Hosen).
sumber : http://sumbar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=129:keragaman-pendapatan-sistem-usahatani-kelapa-sawit-rakyat-di-sumatera-barat&catid=40:karya-ilmiah-peneliti-dan-penyuluh&Itemid=196
Tidak ada komentar:
Posting Komentar